La BUMA, Komoditas Hortikultura Berdaya Ledak Tinggi. Kegiatan ngajitani dan launching Kampung La BUMA Di Desa Kaduara Timur di wilayah Kabupaten Sumenep

By Admin

 

nusakini.com - Sumenep. La BUMA berasal dari kata labu madu yang juga singkatan dari Bertani untuk Maju (BUMA), adalah nama kampung di Dusun Gunung, Desa Kaduara Timur Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang digagas oleh pegiat dan pembakti tani dari Komunitas Ngajitani Nusantara. Bermula dari tanaman labu madu yang ditanam dipekarangan rumahnya. Sama’ (petani, 47 th) telah membuktikan kepiawaiannya dalam merawat tanaman yang banyak digemari warga negara eropa ini. Selain kandungan nutrisi dan manfaatnya yang banyak untuk kesehatan, buah labu madu yang tergolong jenis tanaman sayur ini, rasanya juga sangat enak karena manis seperti gula (brix 18) dan tektur daging buahnya lembut seperti mentega.


Tak heran harganya juga masih cukup menarik dan bagus dibanding jenis labu-labu lokal lainnya yang ditanam warga sekitar. Tak pelak lagi, hanya dengan bermodalkan 4 butir benih labu madu import yang didapatkannya dari Komuntas Ngajitani Nusantara, Pak Sama’ kini bisa meledakkan jenis labu ini menjadi ratusan benih (F2) yang bisa dibagikan atau ditanam kembali dan dikembangkan terus pada skala on field dilahan miliknya. Tentu tidak akan dengan mudah begitu saja Pak Sama’ mewujudkan mimpinya, karena keterbatasan akses pasar dan modal juga perlu dipikirkan jika dalam skala luas supaya bisa berdampak dan berkelanjutan. 


Oleh sebab itu, melalui komunitas ngajitani yang diikutinya bersama rekan-rekan jama’ahnya yang lain ia mulai berinisiatif untuk mengajak tetangga sekitar dan warga kampung belajar dan praktek budidaya labu madu yang benar dengan tahap awal agar bisa dimulai dulu secara bersama-sama dan serentak untuk tanam di pekarangan rumahnya masing-masing. Sehingga ada sekitar 30 orang yang mulai bergabung dan merespon ajakan beliau ini yang difasilitasi oleh komunitas ngajitani nusantara berkolaborasi dengan pihak stakeholder lainnya.  


Gagasan yang diusung komunitas ini untuk proses pengembangannya telah didesain dengan model start up pertanian yang tidak lagi bermodelkan hulu-hilir (pipes model), tapi platform model yang mengedepankan pola integrasi dan kolaborasi serta berlandaskan pada potensi kearifan lokal dan juga semangat gotong-royong warga di kampung.  


“Reason kami cukup kuat kenapa kita ini perlu menggagas model start up pertanian dimulai dari kampung-kampung? karena dunia pertanian kini tak bisa dipungkiri cepat atau lambat akan segera bertransformasi menjadi ekosistem terintegrasi yg berbasis digital”. Demikian cetus Abdus Salim (38th) founder dari Komunitas Ngajitani Nusantara. 


Kampung La BUMA yang diinisiasi di Desa Kaduara Timur ini, tentu tidak serta merta muncul secara instan begitu saja. Tahapannya, menurutnya sudah dimulai 2 (dua) tahun yang lalu dimulai dari perkumpulan jamaah arisan solawatan dikampung tersebut yang kemudian berkolaborasi dengan Komunitas Ngajitani Nusantara dengan tujuan awalnya agar perkumpulan jamaah dikampung ini tidak hanya bisa solawatan tapi juga mumpuni dalam bidang pertanian. Beberapa kali pertemuan seringkali diisi dengan kegiatan ngajitani (penyuluhan) dan pembagian benih gratis. Sehingga dengan demikian para jama’ah bisa mengoptimalkan fungsi lahan pekarangannya dengan ditanam sayuran dan buah-buahan untuk menunjang ketahanan pangan keluarga.  


Akhirnya, secara perlahan muncul sosok seperti Pak Sama’ yang dalam komunitas ngajitani disitilahkan sebagai petani berdaya ledak tinggi. Dari sinilah semangat menggagas Kampung La BUMA semakin kongkrit dan bahkan telah mendapat dukungan kuat dari tokoh-tokoh masyarakat. Tentu, harapan agar proses regenerasi petani dinegeri ini bisa berjalan baik diantaranya bisa dimulai dengan mencotoh model pergerakan di Kampung La BUMA ini. (pr/eg)